• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
Duasudara

Duasudara

Berbagi Cerita Dari Balik Lensa

  • Home
  • Traveling
  • Photostory
  • Hubungi Kami

Seribu Kisah Indah Dari Bitung, Kota Dengan Musim Panas & Panas Sekali

July 13, 2016 by Prasetyo

3.9k
SHARES
ShareTweet

Ijinkan saya bercerita tentang kota kami…

Sebuah kota pelabuhan di ujung utara pulau Sulawesi, salah satu dari ratusan kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Kota dengan nama resmi Bitung dan berjuluk kota cakalang, karena salah satu produk utama perikanannya adalah ikan cakalang.

Ada juga tuna, tude, deho maupun beragam ikan dengan sebutan lokal berjejer di belakangnya. Meski beberapa waktu terakhir heboh karena menjadi pengimpor tuna.

Kota yang juga terkenal dengan dua musimnya, musim panas dan musim panas skaliiii… Haha.

Kota yang sama yang menyimpan seribu kisah indah bagi setiap pribadi yang mengenalnya.

Entah lahir dan dibesarkan di sini, entah yang hanya sekedar bekerja dan merantau, ataupun yang setidaknya pernah  singgah untuk merasakan peluh mengalir di tengah semilir angin pantainya.

Ya, kota Bitung merupakan kota pantai. Garis pantainya terbentang jauh. Otomatis tentu saja mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah melaut atau nelayan.

Tapi itu dulu…

Sebelum negara api menyerang (oke ini garing).

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Sefanya Prasetyo (@sevasetyo)

Seperti yang pernah saya kisahkan di postingan Rumah dan Cerita Indahnya, demikian pula kota kami harus mengikuti perkembangan zaman. Dimana jengkal demi jengkal pantainya tergerus dengan industri.

Oh.. ini kan kisah indah, kok jadi melow.

Hehe maafkan.

Mari kita kembali ke alur yang benar.

Satu hal yang saya banggakan dari kota Bitung, adalah kekeluargaan di tengah kemajemukkannya.

Kekeluargaan atau disebut juga persaudaraan.

Saling mengasihi dan menghargai.

Ya.. kami pun tak luput dari yang namanya SARA. Seperti halnya kota pelabuhan (dan juga daerah-daerah) lainnya, di kota Bitung terkumpul beragam manusia dari beragam daerah dan suku.

Yang tentunya beragam karakter, cara pandang, kebiasaan, budaya dan agama.

Dan seperti biasa, yang disebutkan terakhir senantiasa menjadi senjata dari orang-orang tak bertanggung jawab.

Bitung
Tugu Adipura tampak belakang, dengan monumen Dr. Jose Protacio Rizal di bagian depan

Kabar dan isu tak jelas sering jadi santapan lezat di media sosial.

Meski kita tahu bersama, senantiasa ada yg bermain api di balik asap.

Pekat laksana hutan Sumatera yang sering terbakar. Entah itu sekedar bisnis atau politik tingkat tinggi.

Tapi saya tetap bangga. Di media sosial yang sering dijadikan seperti kompor gas, selalu ada kesejukan tersendiri ketika melihat pak Haji bercanda di kolom komentar dengan pak Pendeta.

Hal yang dengan sendirinya menguarkan rasa persaudaraan seperti matangnya cake cokelat yang dipanggang, menebar keharuman ke seisi rumah dan tetangga.

Saya senang di sini, karena rasa toleransi beragamanya tinggi.

Itu ucapan sahabat saya waktu kami masih duduk di bangku sekolah, bertahun-tahun silam. Dia sendiri berasal dari pulau Jawa, mengikuti orang tuanya yang pindah kerja di kota kami.

Sekarang dia sudah kembali ke sana, meniti pekerjaan dan karir.

Kami berbeda kepercayaan. Tapi persahabatan selalu memberi alasan untuk saling menghormati dan menghargai.

Tanpa memaksa, tanpa menyakiti, dan tanpa kebencian yang saat ini diobral seperti baju bekas, berserakan dan murah, hingga memaksa peraturan ujaran kebencian itu hadir tertulis.

Semua teman dan kenalan saya hampir bisa mewakili semua agama yang diakui di Indonesia

Jika sejak lahir saja kita semua berbeda, mengapa perbedaan itu harus membuat kita bentrok satu sama lain?

Ah andai saja semua yang senang bermain kompor di media sosial dan media-media lainnya, punya sedikit pemikiran seperti itu.

Jadi Tertarik Ke Kota Bitung?

Jadinya promosi nih haha..

Tapi tak mengapa kan, lagian baru satu kisah yang saya ceritakan di atas, sekelumit kisah toleransi dan menghargai sesama mahluk hidup di kota kami.

Masih ada 999 kisah lainnya yang menanti untuk dibagikan. So… stay tuned..:)

3.9k
SHARES
ShareTweet

Related Posts

Sejuknya Wisata Rumah Pohon Omah Kayu Di Batu Malang
Destinasi Wisata Pulau Lembeh: Ekowisata Mangrove Pantai Kahona, Pasir Panjang
Yuk Lihat Patung Tuhan Yesus Di Lembeh Dorbolaang, Lebih Tinggi Dari Yang Di Brazil!
Jelajah Taman Wisata Alam Batu Angus, Cagar Alam Duasudara Kota Bitung

Reader Interactions

Comments

  1. arham licin says

    July 15, 2016 at 5:09 pm

    Like it

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Primary Sidebar

  • Email
  • Facebook
  • YouTube

Ingin Cari Apa?

Terbaru!

  • Melihat Batu Angus Sesungguhnya – Wisata TWA Batu Angus Part 2
  • Turunkan Ekspektasimu!
  • Menyusuri Tugu Jepang Kota Bitung, Saksi Sejarah Yang Terabaikan
  • Indahnya Pantai Pulisan: Menjejak Pasir Putih Hingga Bukit Savana
  • Monumen Trikora Kota Bitung: Saksi Sejarah Yang Terpinggirkan

Subscribe to Blog via Email

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Melihat Batu Angus Sesungguhnya – Wisata TWA Batu Angus Part 2

Menyusuri Tugu Jepang Kota Bitung, Saksi Sejarah Yang Terabaikan

Indahnya Pantai Pulisan: Menjejak Pasir Putih Hingga Bukit Savana

Monumen Trikora Kota Bitung: Saksi Sejarah Yang Terpinggirkan

Footer

Laman

  • About
  • Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sangkalan

Duasudara ©2016-2023. All Rights Reserved