Tak ada satupun papan nama atau plang yang menunjukkan tempat ini merupakan situs bersejarah, tempat wisata atau apa lah sebutannya.
Saya sendiri masih sedikit ragu saat memutuskan untuk mengunjungi tempat ini pertama kalinya.
“Apa benar di sini tempatnya?”
Meski sehari-hari saat pulang kerja sering melewati tempat ini, rasanya mana mungkin sih ini salah satu tempat wisata bersejarah.
Apalagi jika melihat dari luarnya yang hanya tampak pintu gerbang besar dan rimbunnya pepohonan. Hiiiii….
Agak horor-horor gimana gitu..
😀
Kamis, 13 Juni 2019
“Manjo pi Tugu Jepang…” (Ayo ke Tugu Jepang -red).
Sepotong kalimat ajakan itu terlontar saat kami bersiap-siap untuk pulang kerja.
Si mbak Neno, yang baru beberapa minggu kerja sekantor, menyambut terlalu antusias :D, kami bersama beberapa teman lainnya (yang entah kemana sekarang… ups) merupakan grup petualang dadakan sejak beberapa tahun terakhir.
Disebut dadakan karena seringkali petualangan yang direncanakan hanya akan berakhir wacana, sementara yang mendadak diutarakan malah terlaksana. Sungguh terlalu..! Haha.
Mulai dari mengunjungi Taman Wisata Batu Angus, Air Terjun Kali hingga Pantai Kahona di pulau Lembeh.
Nah.. Kebetulan arah pulang kami memang searah.. Dan melewati Tugu Jepang ini, so.. sekalian lah kita singgah menuntaskan rasa penasaran akan yang namanya Tugu Jepang haha.
Seperti diutarakan di bagian awal tadi, tempat ini penuh dengan pepohonan yang rimbun.
Jelas saja, karena Tugu Jepang terletak di sebuah bukit kecil yang penuh dengan pepohonan. Untuk menuju tugunya sendiri, kita harus menapaki puluhan anak tangga ke atas bukit tersebut.
Ngomong-ngomong, saya pertama kali mendengar nama tempat ini beberapa tahun lalu, waktu itu masih kerja di sebuah stasiun radio.
Disebut seorang teman reporter yang mendapat tugas meliput kunjungan Angkatan Laut Jepang, ke situs bersejarah ini.
Waktu itu ada cukup banyak dari mereka yang datang, beberapa di antaranya merupakan veteran yang kemungkinan besar turut terlibat dalam sejarah di balik Tugu Jepang ini.
Tugu Jepang sendiri seringkali menjadi objek utama wisatawan khususnya yang datang dari Negeri Sakura. Sejarahnya sendiri, di tempat ini merupakan lokasi para tentara Jepang yang berperang habis-habisan di era perang dunia ke dua. Tugu ini didirikan pada tahun 1987 kerjasama antara veteran perang Jepang dengan pemerintah saat itu.
Suasana sore di bukit tempat kami berkunjung terasa asri dan sejuk. Dengan semilir angin yang berhembus, cocoklah buat yang ingin duduk bersantai menghirup udara segar.
Saat kami berdua tiba, sudah ada beberapa orang yang duduk-duduk di tangganya, beberapa lagi di bagian puncak sementara asyik berbincang ria.
Tak menunggu lama, kami segera menaiki deretan anak tangga yang menjulang menuju ke puncak bukit.
Lumayan juga bagi yang tidak terbiasa olahraga, hehehe.
Sesampainya di atas kami disambut dengan tugu yang menjadi pusat rasa penasaran.
Sebongkah batu dengan tulisan dalam bahasa Jepang, ditata rapi di atas bangunan beton penyangganya.
Bagian atas bukit tempat tugu ini berada tidak terlalu luas, jadi kalau kamu datang dengan rombongan siap-siaplah berbagi tempat dengan yang lain hehe.
Uniknya sekeliling puncak bukit ini dibatasi dengan pagar tembok yang tidak terlalu tinggi.
Lumayan bisa dijadikan tempat duduk bersantai ria.
Dari puncak bukit kita bisa melihat jelas ke arah birunya laut selat Lembeh sambil menikmati semilir angin yang menambah sejuknya suasana yang ada.
Hari yang beranjak sore membuat kami berdua tak bisa berlama-lama menikmati keindahan bukit Tugu Jepang ini.
Setelah berfoto-foto satu, dua, hingga tiga puluh kali :D, kami memutuskan untuk segera turun dan bersiap untuk pulang.
Catatan: Tugu Jepang terletak di kelurahan Manembo-nembo, Kecamatan Matuari. Tempatnya sendiri agak jauh dari perkampungan, jadi kamu takkan menemukan penjual makanan dan sebagainya di sekitar objek wisata ini. Yah selain karena memang tempatnya tidak terlalu ramai juga sih.
Leave a Reply