Site icon Duasudara

Rumah dan Cerita Indahnya

“Home is not a place, it’s a feeling”

 

Sore itu saya pulang ke rumah dengan perasaan sedikit gugup, bagaimana tidak seorang anak kecil dengan kondisi tubuh basah kuyup sehabis bermain tangkap ikan dan udang di kali, dengan kaki yang penuh dengan lumpur serta rambut acak-acakan…

Sudah terbayang bagaimana omelan ibu di rumah, mendapati anaknya pulang dalam kondisi seperti itu. Meski begitu saya tahu selesai memarahi saya, bentar juga dikasih pisang goreng dan disuruh belajar haha.

Bagaimanapun juga kegiatan menjaring udang di kali kecil itu senantiasa menggoda, apalagi jika ditambah bujukan teman-teman yang penuh semangat, membayangkan udang-udang kecil yang berlompatan menghindari tangkapan tangan-tangan jahil ini, justru menambah rasa penasaran saya, selalu.

Bermodalkan jaring kecil yang entah kami dapatkan dari mana, satu orang teman sudah berjaga di ujung aliran kali, sementara saya dan beberapa teman lainnya akan segera turun ke dalam kali, mengguncang-guncang air sambil menggiring ikan dan udang ke arah jaring.

Kali itu sendiri tak terlalu dalam, mungkin hanya sampai di paha saya, lembutnya pasir halus di dasar kali begitu terasa di mata kaki, sempat ngeri juga sih setiap kali mau turun, kebayang jika ada ular ataupun mahluk-mahluk aneh lainnya yang berseliweran (untungnya waktu itu berseliwerannya hanya di pikiran saya).

Saat itu saya masih kelas 4 SD

Belum ada istilah gadget ataupun game online seperti anak-anak sekarang. Meski begitu permainan kami jauh dari kata membosankan. Jika bosan di kali, selalu ada lapangan luas tempat bermain, entah bola kaki ataupun layangan, atau sekedar bermain yaki sambunyi (petak umpet-red) di antara pepohonan.

Bahkan jika benar-benar bosan, kami akan segera berlarian menuju pantai yang bahkan terlihat dari belakang rumah, menyusuri dodoku (jembatan kecil-red) yang terbuat dari belahan kayu kelapa yang disusun berdempetan, kemudian ditopang dengan batangnya yang utuh langsung ke dasar sungai.

Kadang saya suka berhenti di tengah jembatan itu, duduk sambil menjulurkan kaki ke bawah mencoba merasakan aliran sungai yang waktu itu begitu jernih (yah meski kaki saya gak nyampe ke airnya ya), setiap bebatuan, ikan, pasir akan terlihat dengan sangat jelas dari atas jembatan.

Meski begitu saya takut untuk bermain di sungai ini, katanya sih pernah ada buaya terlihat di ujung sungai, entah itu benar atau tidak. Jika sekedar memancing, oh itu suatu kewajiban dengan air yang begitu jernih ini hehe, beberapa kali saya berhasil menangkap ikan dengan ukuran besar, tapi dilepas lagi karena katanya ikan itu makanannya kotoran orang uhh.

Sungai itu sendiri bermuara di pantai

Oh ya ada lapangan sepakbola yang luas di tepi pantai kami, setiap sore lapangan itu selalu penuh ramai dengan orang yang bermain, pernah juga kami sekelas diajak guru olahraga kami bermain kasti di situ.

Sepanjang pantai itu penuh dengan perahu nelayan yang disandarkan, di sana-sini akan ada bapak-bapak yang sementara membetulkan jalanya, atau sekedar membersihkan perahu sambil bersiap untuk pergi melaut sore harinya.

Jadi kangen pantai nih..

Tempat favorit saya adalah duduk di bawah pohon nusu (ketapang-red), menikmati semilir angin pantai dengan aroma khasnya benar-benar membuat setiap orang terlena untuk berlama-lama di sana.

Itu senantiasa menjadi kenikmatan tersendiri yang sulit didapat di saat ini.

Kalau matahari sudah agak turun, hobi saya berikutnya adalah berjalan menyusuri tepian pantainya, mencari beragam benda unik yang dibawa ombak ke tepi pantai.

Kadang saya suka menemukan patung-patung mainan kecil di antara barang-barang itu, terkadang juga langkah saya terhenti jika ada bebatuan atau kerang dengan bentuk yang unik.

Bagi saya menemukan hal-hal itu seakan menemukan harta karun, serius.

Bagaimana dengan berenang di laut? Hoho itu hal yang menyenangkan, apalagi jika selesai bermain bola, berlari dari lapangan sekencang-kencangnya, kemudian salto langsung di tengah deburan ombak akan membuat acara renang ini jauh lebih nikmat bahkan melampuai nikmatnya berenang di kolam hotel bintang 5 (yah meski belum pernah merasakannya sih hehehe).

Hangatnya air laut sore hari, ditimpa cahaya matahari yang keemasan akan membuat betah.

Biasanya di hari Minggu, kami sekeluarga suka sama-sama ke pantai. Nah, kalau mandinya bareng kakak sama keluarga, biasanya kalo gak diancam dulu sama ibu untuk naik dan udahan, gak bakalan keluar-keluar deh anak-anaknya haha.

Belasan tahun berlalu dan pantai serta kali itu tinggal kenangan, kini di atasnya sudah berdiri pabrik-pabrik dan perusahan pengolahan minyak kelapa. Bahkan untuk sekedar ke pantainya saja sudah tidak bisa lagi karena ditembok sama yang punya perusahaan.

Kenangan yang membuncah ini terkadang meluap di kepala saya

Seiring aroma petrichor yang merebak ditemani hujan sore hari di pendopo teras rumah.

Di balik semua kenangan yang menyerang, satu hal yang saya amini bahwa rumah bukan berbicara tentang tempat, melainkan berbicara tentang apa yang kita rasakan, apa yang ada di hati.

Mau kemanapun kita, ketika kita merasakan ada keakraban, kekeluargaan dan kehangatan, maka tempat itu senantiasa bisa menjadi rumah bagi kita.

Sekeliling kita sering berubah, bahkan terkadang memang harus berubah, tapi setiap nilai, rasa, maupun kasih sayang tak pernah berubah di antara penghuni rumah, yang selalu kita sapa dengan kata sederhana, keluarga.

Feature Photo: Diambil dari photo trip terakhir saya di pulau Lembeh, kota Bitung, Sulawesi Utara. Sewaktu mengunjungi pantai Kahona, Pasir Panjang

Exit mobile version